Rabu, 11 Januari 2017

Jeritan Hati



            Ini hanya sekedar curahan hati yang tak begitu penting untuk diketahui oleh dunia sebab hidup adalah tentang diri sendiri dan bukan tentang orang lain. Sedang hidup sendiri tak mampu diurusi, bagaimana bisa mengurusi hidup orang lain? Namun itulah manusia dengan segala keunikan dan keistimewaannya. Mereka selalu lupa pada diri mereka sendiri dan terlalu kuat untuk mengurusi semua yang terjadi pada orang disekitar mereka. Tak peduli kenal atau tidak, keluarga atau asing, semua perlu diketahui seluk-beluknya. Nyatakah sikap itu pada setiap jantung yang berdetak? Mungkin iya, mungkin juga tidak.
            Usiaku masih terlalu belia untuk mengenal seperti apa ketertarikan terhadap lawan jenis. Aku masih belum bisa mengenal seperti apa cinta? Seperti apa rasanya memiliki dan melepaskan? Bagaimana seseorang jatuh cinta? Bagiku semua itu dongeng yang mungkin dapat terjadi pada semua orang yang mampu bernafas.
            Seiring berjalannya waktu, aku baru memahami satu hal, bahwa dongeng hanya akan tetap terjadi di negeri dongeng, tidak akan pernah dapat terwujud di duniaku karena ini adalah realita. Duniaku bukan dunia khayalan yang selalu ada dalam mimpi gadis kecil yang memeluk boneka itu lagi. Duniaku saat ini terlalu realistis untuk terus mengecap manisnya senyum bahagia. Jikapun saat ini masih ada senyum yang tersisa, itu adalah senyum palsu untuk berlari dari air mata yang tak penting diperlihatkan pada semua orang. Bukankah mereka semua memilikinya?
            Aku bukannya sinis pada dunia. Aku masih percaya bahwa dunia masih menyimpan kebahagiaan. Namun kebahagiaan itu telah hambar bagiku. Hatiku tak lagi sanggup meraba kehangatan dalam setiap tatapan mata itu. Tatapan mata orang-orang yang sekilas terlihat iba atau penuh kasih, namun semakin dalam aku menjelajahi makna tatapan itu, aku semakin terluka karena semua itu palsu. Tak ada ketulusan, tak ada perhatian, tak ada kepedulian, bahkan iba pun tak ada. Hal yang tersisa dari manusia-manusia ini adalah keegoisan yang semakin dalam menggerogoti jiwa yang dulu bersih itu.        
            Jika kenyataan sudah memperlihatkannya, lantas masihkah realita dibantah oleh harapan kosong yang nyatanya palsu? Masihkah hati dapat menipu akal? Aku bukan seseorang yang menentang cinta atau sinis pada cinta karena aku juga pernah jatuh cinta. Pernah?? Iya! Aku pernah jatuh cinta dulu. Namun semua janji yang terselubung dalam cinta itu sirna tak berbekas tanpa kata, tanpa tanda. Hilang begitu saja bagaikan seekor semut hitam yang diselimuti gelap. Apakah ia kembali? Separuh dirinya kembali bersama bayangannya. Namun tetap saja tidak utuh bukan?
            Jika yang pergi telah kembali sebelum kata terlambat tiba, berarti takdir memberinya kesempatan untuk sekedar mengisi sedikit ruang kosong dalam hati. Akan tetapi, jika kehadirannya tak lagi dinanti, maka tidak ada kesempatan untuk kembali. Semua telah sirna bersama hari baru yang menjelang. Hanya ada kata selamat tinggal dan mungkin terima kasih. Terima kasih pernah menjadi bagian dalam kenangan indah masa laluku dan selamat tinggal karena kau bukan lagi penghuni hatiku hari ini dan di masa depan nanti. Mungkin kau ditakdirkan menjadi masa depan orang lain. Orang yang memang membutuhkanmu di masa depan nanti. Bukankah manusia menerima apa yang ia butuhkan dan bukan apa yang dia inginkan. Itulah caraNya menulis takdir.

Ketahuilah bahwa semua yang terjadi adalah yang terbaik.......
Kelak kau kan temukan rahasia di baliknya.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar